Nama : PRMA BAYU PERSADA
NPM : 15212708
Kelas : 4 EA 25
Hubungan Commission of Human Dengan Etika Bisnis
I.
COMISSION OF HUMAN
Pengertian HAM (Hak Asasi Manusia)
menurut Jan Materson dari komisi HAM PBB, HAM adalah hak-hak yang melekat pada
setiap manusia, yang tanpa hak-hak tersebut manusia mustahil dapat hidup
sebagai manusia.
HAM (Hak Asasi Manusia) adalah hak
dasar atau hak pokok manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan,
bukan pemberian manusia ataupun penguasa. Hak ini sifatnya sangat mendasar bagi
hidup dan kehidupan manusia yang bersifat kodrati yakni ia tidak bisa terlepas
dari dan dalam kehidupan manusia.
Pengertian HAM terdapat dalam UU
tentang Hak Asasi Manusia pasal 1, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan merupakan
anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
pemerintah, hukum dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan terhadap
harkat dan martabat manusia.
II. Sejarah
HAM (Hak Asasi Manusia)
1.
Sejarah Lahirnya HAM (Hak Asasi
Manusia)
Berbicara mengenai sejarah HAM atau
sejarah Hak Asasi Manusia, para pakar HAM berpendapat bahwa lahirnya HAM
dimulai dengan lahirnya Magna Charta. Piagam ini menyatakan bahwa raja yang
semula memiliki kekuasaan absolut (raja yang menciptakan hukum, akan tetapi ia
sendiri tidak terikat dengan hukum), kekuasaan raja tersebut dibatasi dan mulai
dapat diminta pertanggungjawabannya di muka hukum. Dari piagam tersebut
kemudian lahir suatu doktrin bahwa raja tidak kebal hukum lagi serta
bertanggungjawab kepada hukum.
Sejak lahirnya piagam ini maka
dimulailah babak baru bagi pelaksanaan HAM yaitu jika raja melanggar hukum ia
harus diadili dan mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya kepada parlemen. Hal
ini menunjukkan bahwa sejak itu sudah mulai dinyatakan bahwa raja terikat
dengan hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, namun kekuasaan membuat
undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangannya.
2.
Sejarah Perkembangan HAM (Hak Asasi
Manusia)
Setelah dunia mengalami dua proses
peperangan yang melibatkan hampir seluruh kawasan dunia, dimana hak hak asasi
manusia telah diinjak-injak, timbul keinginan unutk merumuskan hak hak asasi
manusia itu di dalam suatu naskah Internasional. Usaha ini baru dimulai tahun
1948 dengan diterimanya Universal Declaration of Human Rights yaitu pernyataan
sedunia tentang hak hak asasi manusia oleh negara-negara yang tergabung dalam
PBB. Lahirnya deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas kejahatan keji
kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis nasional di jerman selam 1933
sampai 1945.
Terwujudnya deklarasi HAM yang
dideklarasikan pada tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup
panjang dan melelahkan. Dalam proses ini telah lahir beberapa naskah HAM yang
mendasari kehidupan manusia dan yang bersifat universal dan asasi.
Hak-hak manusia yang telah dirumuskan
sepanjang abad ke-17 dan 19 ini sangat dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum
alam, sepertian yang dirumuskan oleh John Lock dan Jean Jaques Rousseau dan
hanya membatasi pada hak-hak yang bersifat politis saja, sepertia kesamaan hak
atas kebebasan, hak untuk memilih dan sebagainya.
III. Hakikat
Etika, Etika, Moralitas & Etika Bisnis
1. Hakikat
Etika
Menurut
kamus, istilah etika memiliki beragam makna yang berbeda. Salah satu maknanya
adalah: “ prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok .” 10
Kadang kita menggunakan istilah etika personal, misalnya, ketika mengacu pada aturan – aturan dalam lingkup dimana
orang per orang menjalani kehidupan pribadinya. Kita menggunakan istilah etika
akuntansi ketika mengacu pada seperangkat aturan yang mengatur tindakan
professional akuntan.
Makna
kedua- dan lebih penting- mengenai etika menurut kamus adalah: Etika adalah “
kajian moralitas “. Para ahli etika menggunakan istilah etika untuk mengacu
terutama pada pengkajian moralitas, sama seperti ahli kimia menggunakan istilah
kimia untuk mengacu pada pengkajian unsur – unsur subtansi kimiawi. Meskipun
etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas.
Etika adalah semacam penelaahan- baik aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil
penelaahan itu sendiri – sedangkan moralitas merupakan subjek.
2. Moralitas
Lalu
apakah moralitas itu? Kita dapat mendefinisikan moralitas sebagai pedoman yang
dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan
jahat. Untuk memperjelas apakah maksudnya, marilah kita melihat kasus konkret.
Beberapa
tahun yang lalu, B.F. Goodrich, pemanufaktur komponen kendaraan pesawat
terbang, memenangkan kontrak militer untuk mendesain, menguji dan memproduksi
rem pesawat A7D, sebuah pesawat baru yang sedang didesain Angkatan Udara. Untuk
mengonversi berat, Goodrich menjamin bahwa rem yang diproduksinya tidak
melebihi berat 106 pound, terdiri atas empat piringan kecil atau “ rotor ,‘ dan
mampu menghentikan pesawat dalam jarak tertentu. Kontrak tersebut secara
potensial sangat menguntungkan bagi perusahaan sehingga para manajer sangat
berminat untuk menciptakan rem yang “ bermutu “ yaitu dengan sukses dapat lolos
tes dan mampu menghentikan pesawat seperti yang diharapkan. Kermit Vandivie,
seorang karyawan Goodrich, mendapatkan tugas untuk bekerja sama dengan para insyinyur
Goodrich untuk membuat laporan tentang tes rem tersebut, yang tidak akan
dipersoalkan oleh pemerintah dan mungkin tidak perlu diulang. Namun saying,
tulis Vandivier kemudian, ketika rem kecil itu diuji linings.”11 pada permukaan
rotor berulang kali “ terhapus “ sebab “ tidak terdapat luas permukaan yang
mencukupi untuk menghentikan pesawat sehinggga menyebabkan panas yang berlebih
dan merusak lining .” Supervisornya, meskipun demikian, berkata kepadanya bahwa
“ tidak peduli apa yang terjadi pada rem ketika diuji, kita tetap akan
meloloskannya .” 12 Setelah beberapa tes dilakukan, Vandivierdiminta membuat
laporan yang menyatakan bahwa rem tersebut telah lolos uji. Vandivier
menjelaskan kepada supervisornya bahwa, “ laporan itu hanya mungkin dibuat dengan
memanipulasi data tes,” yang ditimpali oleh supervisornya bahwa, dia sadar
betul akan tuntutan yang harus dipenuhi, tetapi dia diperintahkan untuk membuat
laporan tertulis tidak peduli bagaimana atau apa yang telah terjadi.”13 Dengan
demikian, Vandivier harus memutuskan apakah dia ingin berpartisipasi dalam
membuat laporan palsu.
3. Etika
Apakah
etika itu? Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan
standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar
diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar ini masuk akal atau tidak
masuk akal-standar yaitu, apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau yang
jelek.
Etika
bukan hanya cara untuk memelajari moralitas. Ilmu-ilmu sosial semacam
antropologi, sosiologi dan psikologi juga memelajari moralitas, namun
melakukannya dengan cara yang sangat berbeda dari pendekatan moralitas yang
merupakan ciri etika. Meskipun etika merupakan studi normatief mengenai etika,
ilmu-ilmu social terlibat dalam studi deskriptif etika. Sebuah studi normatif
merupakan penelusuran yang mencoba mencapai kesimpulan-kesimpulan normatif
yaitu, kesimpulan tentang hal-hal yang baik dan buruk atau tentang tindakan apa
yang benar atau salah. Ringkasnya, studi normatif bertujuan menemukan apa yang
seharusnya.
4. Etika
Bisnis
Etika
bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam
kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Institusi
yang paling berpengaruh di dalam masyarakat sekarang ini adalah institusi
ekonomi. Institusi ini didesain untuk mencapai dua tujuan: (a) produksi barang
dan jasa yang diinginkan dan dibutuhkan masyarakat, dan (b) distribusi barang
dan jasa ke beragam anggota masyarakat.
Perusahaan
bisnis merupakan institusi ekonomi yang utama yang digunakan orang dalam
masyarakat modern untuk melaksanakan tugas memproduksi dan mendistribusikan
barang dan jasa. Perusahaan merupakan struktur fundamental yang di dalamnya
anggota masyarakat mengombinasikan sumber daya langkah tanah, tenaga kerja, modal dan
teknologimenjadi barang yang bergunadan perusahaan menyediakan saluran-saluran
untuk mendistribusikan barang-barang dalam produk consumer, gaji karyawan,
pengembalian investor dan pajak pemerintah. Pertambangan dan pemanufakturan,
eceran, perbankan, pemasaran, pengiriman, asuransi, konstruksi dan iklan semua merupakan bagian yang berbeda dari
proses produktif dan distributive institusi bisnis modern.
IV. Pengaruh
Etika Bisnis dengan Commission of
Human
Dalam
diskursus hak asasi manusia, kata "tanggung jawab" atau
"kewajiban" biasanya dikaitkan dengan negara.
Ini
paradigma lama yang berasumsi, lokus kekuasaan real politik terletak pada negara.
Kini berkembang paradigma baru yang melihat sentra-sentra kekuasaan kini
tersebar ke pelbagai institusi nonnegara. Karena itu, bukan hanya negara yang
bertanggung jawab, tetapi juga bisnis dan aktor nonnegara lainnya. Tanggung
jawab bisnis ini dikenal sebagai corporate social responsibility (CSR).
CSR
pertama kali muncul dalam diskursus resmi-akademik sejak hadirnya tulisan
Howard Bowen, Social Responsibility of the Businessmen tahun 1953 (Harper and
Row, New York). CSR yang dimaksudkan Bowen mengacu kewajiban pelaku bisnis
untuk membuat dan melaksanakan kebijakan, keputusan, dan pelbagai tindakan yang
harus mengikuti tujuan dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.
Diskursus
tentang CSR kian mengalami diversifikasi dan proliferasi definisi. Namun intinya
adalah bisnis bertanggung jawab "melampaui isu ekonomi sempit, teknis,
bahkan persoalan legal semata" (Davis, 1973).
Singkatnya,
konsep CSR mengandung makna, perusahaan atau pelaku bisnis umumnya memiliki
tanggung jawab yang meliputi tanggung jawab legal, ekonomi, etis, dan
lingkungan. Lebih khusus lagi, CSR menekankan aspek etis dan sosial dari
perilaku korporasi, seperti etika bisnis, kepatuhan pada hukum, pencegahan
penyalahgunaan kekuasaan dan pencaplokan hak milik masyarakat, praktik tenaga
kerja yang manusiawi, hak asasi manusia, keamanan dan kesehatan, perlindungan
konsumen, sumbangan sosial, standar-standar pelimpahan kerja dan barang, serta
operasi antarnegara.
Masalahnya,
sejak awal pemunculan hingga kini, konsep CSR berkesan amat moralis. Kata
"sosial" dalam CSR bermakna peyoratif yang berarti
"sukarela", lebih bermakna sebagai tindakan filantropi, altruistik,
kebaikan budi, bukan sebuah kewajiban. Padahal, terkait dengan advokasi hak
asasi manusia, imbauan moralis serta semangat altruistik di balik kata
"sosial" sama sekali tidak memadai.
Konsep
hak asasi manusia mengimplikasikan adanya "tanggung jawab" atau
"kewajiban", baik politik maupun hukum.
Namun,
sudah jamak, hukum bukanlah hukum tanpa enforcement, atau dalam perspektif
filsafat hukum sering disebut "faktisitas", yaitu keterterimaan oleh
masyarakat dan subyek hukum lainnya, seperti pebisnis. Enforcement itu, tidak
bisa tidak, pasti mengandaikan politik. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung
jawab terpenting terkait dengan CSR adalah tanggung jawab politik.
Sumber:
0 Komentar:
Posting Komentar